Salah Bahasa
(
Novia Nuraini )
Sembilan dari sepuluh
orang mengatakan bahwa masa SMA adalah masa yang paling indah, dan aku adalah
salah satu dari sembilan orang tersebut. Ya, benar, bahwa masa SMA adalah masa
yang sangat indah. Masa mengenyam pendidikan berseragam yang terakhir. Masa
dimana kita beranjak dewasa. Masa dimana kita mencari jati diri, dan tentunya
masa dimana aku banyak menemukan pengalaman baru.
Keingintahuan ku saat
itu begitu kuat. Aku mengikuti 2 macam ekstra kurikuler sekaligus, yakni paduan
suara Gema Widyatama Prima dan
multimedia. Berbagai kegiatan disekolah tak luput dari keikutsertaanku. Lomba
pidato, lomba menulis, lomba menyanyi, juga seminar-seminar kuikuti dengan
senang hati. Bukan bermaksud untuk ngeksis,
hanya ingin memiliki banyak teman dan pengalaman. Karena pada saat itu, aku
masihlah seorang gadis manja yang tidak memiliki seorang teman lama ketika
memasuki SMA.
Pagi itu adalah pagi
yang cerah di musim penghujan. Aku dan teman-teman sekelasku sangat antusias
mengikuti pelajaran biologi. Gurunya yang asik, santai namun tetap serius,
membuat kami benar-benar memasuki atmosfer alam di kelas yang sejuk meski tanpa
pendingin ruangan. Pintu yang terbuka pun menambah segar suasana pembelajaran
biologi di sekolah adiwiyata itu. Namun tiba-tiba, pembelajaran itu terputus,
pemandangan diluar kelas terhalangi pula. Sesosok pria gagah yang berdiri di
pintu itu segera masuk dan menghampiri guru biologi ku. Dia berbicara pelan
dengan guruku dan segera berdiri di depan kelas.
“Assalamualaikum
warahmatullahi wabarokatuhu”, Pak Arifin rupanya -- guru agamaku yang terkenal
sangat kocak dan selalu mengajari kami dengan bilingual (dua bahasa) seperti di
kelas internasional.
“Wa’alaykumsalam
warahmatullahi wabarokatuhu,” sahut siswa dikelas serentak.
“Okay student, today I have an announcement for you. It’s a very
important thing, so you have to listen carefully,” ucap pak arifin dan
tiba-tiba semua mata tertuju pada beliau. “Sekarang ini ka bulan ramadhan, so KAR Al-Istiqamah present a program for everyone
who interest. The program is... jeng jeng jeng... L.K.D.I”
“Waa,
L.K.D.I? apa itu?” gumamku pada teman-temanku
“Jadi L.K.D.I itu
adalah singkatan dari Latihan Kader Dakwah Islam. Biasanya diselenggarakan pada
pertengahan bulan ramadhan. Program ini terbuka untuk siapa saja dan sangat
bapak sarankan buat orang-orang yang ingin sukses dunia akhirat.” Jelas pak
Arifin.
Perkataan beliau
sungguh sangat membuat aku tergiur. Orang mana yang tidak ingin sukses dunia
akhirat. Ditambah lagi rasa ingin tahu ku sangat tinggi membuat aku tak banyak
berfikir untuk memutuskan ikut kegiatan LKDI. Aku pun segera mengangkat
tanganku tinggi-tinggi ketika Pak Arifin menanyakan siapa saja yang berminat.
Lega sudah, aku mempuyai 1 plan
kegiatan di bulan ramadhan ini.
Hari berganti hari
hingga acara itu tiba. Aku berdiri di antrian terdepan saat registrasi.
Terlihat jelas antusiasme ku dalam mengikuti rangkaian acara itu. Hingga di
akhir acara, sebuah kalimat yang membuatku tercengang tak percaya terucap dari
Ketua KAR (Kelompok Amaliah Remaja / Rohis) Al-Istiqamah yang baru,
“Barakallah... Selamat teman-teman semua, kalian telah lulus mengikuti
serangkaia diklat pengurus KAR yang baru. Semoga Allah tetap menjaga ukuwah
kita, semangat kita serta ilmu kita agar mampu menjadi agen dakwah di SMA kita
tercinta ini.”
What??!!?
Aku jadi rohis?
Memang hal ini sulit dipercaya. Perasaan dihatiku campur aduk, senang, bingung,
tak percaya, seperti mimpi dan parahnya lagi adalah ketika menyadari bahwa
diriku tidak memiliki public speaking
yang baik padahal sekarang aku telah masuk kepengurusan dalam organisasi.
Aku mulai menyadari
jalan hidupku. Menjadi pengurus KAR dan OSIS sekaligus bukanlah hal yang mudah.
Saat aku SMP, aku menjadi pengurus OSIS, numpang catat nama sebagai koordinator
kerohanian tepatnya. Aku jarang aktif di organisasi sebelumnya. Oleh karena
itu, aku harus belajar ekstra bagaimana membagi waktu di kedua organisasi ku,
di ekstra kurikuler, dan yang terpenting belajar di kelas juga diluar kelas.
Pekerjaan sebagai bendahara
II di OSIS belum sebanyak bendahara I. Pengurus inti saat itu meyakini bahwa
siswa kelas 1 belum bertanggungjawab penuh pada OSIS, karena siswa kelas 1
diberi waktu untuk belajar, mengamati dan berlatih terlebihdahulu. Oleh karena
itu, bebanku di OSIS belum begitu berat dan aku lebih mengaktifkan diriku di
KAR. Berbagai event KAR ku lalui dengen partisipasi aktif. Sering kali aku
menjadi bendahara di event KAR, hingga suatu hari aku dikejutkan oleh
pengumuman yang lagi-lagi membuat aku tak percaya.
“Susunan Kepanitiaan
Kurban dan Bakti Sosial 29 November 2009 nanti. Pengasuh Drs. Widarno,
Pembimbing Bapak Arifin Ali, S.Ag. ketua organisasi saya sendiri, ketua panitia
Novia Nuraini, siap ya dek?” Ucap mas Bukhori padaku.
“Ketua panitia mas?
Saya?” jawabku dengan sangat tidak percaya.
“Iya. Kamu ya dek?”
“Emm... Emm... Iya
mas. Siap.” Jawabku sambil menelan ludah.
Sekali lagi whaaat???!!? Aku tak percaya bahwa aku
dapat amanah menghandle acara sebesar
ini. Kebetulan, acara ini berlangsung tepat dihari ulang tahunku yang ke-15. Bismillah,
atas restu dan kemudahan dari-Mu insyaAllah aku akan mampu menjadikan acara ini
lancar dan baik.
Rasa deg-degan di
hatiku mulai menghampiri. Wajahku pucat, tanganku mulai mendingin, lidahku
kelu. Bekerja behind the sreen dengan
bekeja on the stage memang berbeda.
Problem menjadi ketua panitia sebelum acara mampu kulalui dengan sangat mudah.
Namun nyali ku menciut saat harus menyampaikan sambutan pada acara pengajian
malam dan ceremonial penutupan.
Aku tak dapat
tertidur malam itu. Mencoba menghafal kata-kata namun tetap tidak efektif.
Mencoba terlelap namun fikiranku terlalu kacau untuk itu. Handphone ku
berdering. Ku angkat telephone itu tepat pukul 00:00. Sahabat terbaikku bahkan
masih memikirkan ulangtahunku. Dia menyanyikan sebuah lagu yang terdengar
banyak fals sehingga membuatku tertawa. Nyanyiannya pun yang menghantarkan aku
tertidur di tempat sempit nan dingin itu.
Tak terasa adzan
subuh hampir berkumandang. Segeralah aku mengambil air wudlu dan bersiap shalat
fajar untuk menenangkan hati dan fikiran ku. Tak lama kemudian adzan subuh
berkumandang lalu aku membangunkan
teman-teman ku yang kebanyakan masih terlelap. Usai shalat subuh, aku
menenangkan hati di masjid. Namun waktu memang berjalan sangat cepat. Bukan saatnya
lagi aku menyiapkan skenario sambutanku nanti malam. Saatnya bergegas menyapa
warga desa Tepus, Gunungkidul, tempat dimana KAR Al-Istiqamah melaksanakan
bakti sosial dan kurban.
Menyiapkan pakaian
terbaik pagi itu adalah hal yang tidak terlalu penting. Ku kenakan kemeja
putih, dengan rok berwarna hitam dengan mental yang masih setengah-setengah aku
mulai berjalan menyusuri desa itu. Mereka begitu ramah dan baik. Perlahan
mentalku mulai menguat. Rasa percaya diri mulai timbul dihatiku.
Rangkaian acara hari
ini hampir berlalu. Kami tak lelah menyapa warga dengan berbagai acara yang
kami laksanakan. Mulai dari pemotongan hewan kurban serta pembagiannya, bazar
sembako, masak bersama ibu-ibu, dan pada sore harinya diadakanlah TPA. Dari
sinilah aku mulai belajar berbicara hingga rasa percaya diriku naik hingga 80%.
Aku mulai yakin sekarang. Novia bisa! Pasti bisa!
Adzan magrib, adzan
isya’, shalat isya, makan malam, telah usai. Tibalah saat pengajian tiba. Rasa
berdebar di hatiku mampu berkurang karena aktivitas hari ini. Namun tanganku
semakin dingin. Tiba-biba acara dimulai.
“Assalamualaikum
warahmatullahi wabarokatuhu,” ucap Tika sebagai MC saat membuka acara. “Ingkang
pantes sinudarsana, panjeneganipun Bapak....”
Hatiku mencelos mendengar
salam pembuka dai MC. Astagfirullah... aku bahkan tidak menguasai bahasa jawa
dengan baik dan benar. Mental yang telah kubangun sehaarian ini bak terhempas
badai entah kemana. Aku mulai membiru, dan tibalah giliranku. Kurapikan pakaian
hijau-abu abu ku. Dengan nafas panjang tibalah aku tepat didepan microphone
yang terpasang.
“ Assalamualaikum
warahmatullahi wabarokatuhu
Yang terhormat Bapak
Drs. Widarno selaku kepala SMA N 2 Wonosari, yang terhormat Bapak Susanto
selaku kepala dusun Tepus, Gunungkidul, yang saya hormati Bapak Ibu guru SMA N
2 Wonosari, serta jamaah pengajian yang senantiasa dibawah lindungan Allah,
sebelumnya saya ingin memohon maaf karena belum dapat berbahasa jawa dengan
baik dan benar, jadi saya pakai bahasa indonesia mawon nggih?” Ucap ku dengan sangat
grogi.
“Nggiiiih...” Jawab
jamaah pengajian dengan senyum dan gelak tawa mereka.
Aku malu bukan
kepalang saat berucap dari awal karena aku benar-benar belum meguasai bahasa
jawa. 11 tahun tinggal di Bandung Jawa Barat membuat proses belajar bahasa jawapun
masih tersendat oleh bahasa sunda. Namun mendadak hatiku menjadi sangat lega
ketika melihat mereka bahkan tidak menghinaku sehingga aku melanjutkan
smbutanku dengan ucapan syukur, shalawat, inti, hingga penutup dengan rasa
percaya diri yang mulai menguar. Meski aku banyak mendatangkan gelak tawa di
antara setiap orang yang hadir, namun aku justru merasa senang. Ternyata dari
segala kekurangan ku, aku mampu menutupinya asalkan tetap menjadi diri sendiri
dan flexible.
Berbagai rangkaian
acara pun telah usai, hingga tiba lagi giliranku untuk berbicara di depan umum.
Dengan penuh rasa percaya diri, aku memulai pidato singkatku tentang pesan dan
kesan selama berada di desa Tepus. Tanpa ada rasa takut lagi aku berdiri
dihadapan para warga dan memohonkan pamit untuk rombongan KAR Al-Istiqamah.
Rupanya kejadian
malam itu telah menjadi pendongkrak kepercayaan diriku, juga secara tidak
langsung mengajariku public speaking. Tentang bagaimana caranya menghilangkan
nervous, bagaimana menghadapi orang lain, bahkan bagaimana membuat pembicaraan
kita menarik bagi orang lain.
“Dari sie yang lain
ada yang ingin menanbahkan masalah keuangan? Tidak? Kalau tidak sedikit saja
berbagi ya? Menjadi pemimpin itu ternyata tidak mudah kawan. Bagaimana memanage
berbagai karakter yang berbeda. Bagaimana agar perintahnya dilaksanakan? Bagaimana
agar di digugu oleh anggotanya?
Serta yang terpenting
yaitu public speaking serta komunikasi yang baik sebagai wujud nyata dari
kepemimpinan itu sendiri. Ternyata, berbicara didepan umum sebisa mungkin
menggunakan bahasa mayoritas mereka walau bahasa Nasional atau Internasional
mampu menjadi alternatif pula. Jadilah dirimu sendiri kawan. Setiap dari kita
memiliki warna khas masing-masing.” Paparku di akhir breefing siang itu.
Kuakhiri dengan doa dan salam hingga akhirnya kami pukang kerumah masing-masing.
Inilah awal
perjalanan hidupku yang sesungguhnya. Berusaha untuk menjadi pribadi yang
menarik tanpa harus menjadi orang lain. Berusaha untuk memunculkan karisma diri
dengan memunculkan rasa percaya diri. Sejak dari sinilah aku membangun public
speaking yang baik. Belajar memimpin bukan hanya sekedar menghitung uang
(bendahara).
“Allah tidak akan
merubah nasib suatu kaum, kecuali ia yang merubahnya sendiri,” so... tunggu apa
lagi? Pemimpin bukanlah seseorang yang memiliki kedudukan sebagai Kapten,
Komandan, Kepala, maupun Ketua. Pemimpin adalah orang yang dijadikan panutan,
orang yang dituruti kata-katanya, orang yang disegani dan dihormati tanpa ada
embel-embel apa pun dibelakangnya.
Jangan lah mengagumi
orang lain secara berlebihan, tapi pantaskanlah dirimu untuk dikagumi.
***
Comments
Post a Comment