REFLEKSI 5 # Nilai Kebenaran Filsafat (ditambah falibism dan nihilism)

Berikut merupakan refleksi perkuliahan Filsafat Pendidikan S1 bersama Prof. Dr. Marsigit, M.A. di gedung perkuliahan PPG 1 (Laboratorium FMIPA UNY)

Nilai kebenaran  filsafat merupakan adanya sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Benar menurutku itu subjektif, benar menurut kita merupakan objektif, benar dalam fikiran itu merupakan ideal, benar diluar fikiranku merupakan realis. Kebenaran Tuhan absolut, kebenaran dunia relatif. Kebenaran fikiran merupakan konsisten atau koheren. Kebenaran persepsi adalah korespondensi/ cocok. Kebenaran para dewa merupakan para logos. Kebenaran para daksa ada pada faktanya. Kebenaran subjek pada predikatnya. Kebenaran predikat ada pada subjeknya. Kebenaran kapital merupakan modalnya (yang punya modal dan saham yang paling besar yang benar). Kebenaran pragmatisme adalah praktisnya. Kebenaran spiritualisme adalah firman Tuhan.

Kebenaran dunia itu relatif, seperti halnya pesawat, Jakarta-Tokyo itu kelihatannya lempeng lurus tenang diatas awan. Padahal sebenarnya pesawat itu bergerak melengkung. Karena adanya relatifitas maka kita menganggapnya sebagai lurus lempeng begitu saja.

Kemudian berkaitan dengan nilai nilai kebenaran ada muncul filsafat falibism dan nihilisme.

Falibism merupakan kebenaran dibalik yang salah. Kita salah itu benar, mungkin karena memang dimensi yang belum seharusnya. Misal dosen memberikan soal yang teramat sulit agar siswa nya tidak mampu sombong. Biasayanta anak muda penuh dengan potensi kesombongan. Sehingga kesalahan kita merupakan sesuatu yang bernilai benar.

Pentingnya guru mempelajari filsafat adalah untuk menjadi seseorang yang lebih bijak menghadapi siswanya. Dunia siswa merupakan dunia menjawab salah, sehingga guru harus belajar filsafat agar mampu bijaksana dalam menghadapi sifatnya. Dengan falibism, guru agar lebih bisa legowo dan memahami siswanya.

Di Indonesia ini banyak guru yang menjadi stress jika nilai siswa jelek dan mendongkraknya dengan cara yang kurang tepat saat ujian nasional. Ironis sekali jika memikirkan hal ini. Sehingga ujian nasional malah menjadi ajang kegiatan yang kurang baik dan memaksakan psikologi siswa. Belajar hafalan dan hanya akan menguap setelah ujian selesai. Ini menjadi ironisnya pendidikan di Indonesia.


Filsafat dari nol adalah nihilisme, yakni ketiadaan. Pada dasarnya manusia itu hampa, tiada. Dalam keagaamaan nihilisme ini juga bisa menaikan kita dimensi yang sesudahnya. Misalnya, tiada nafsu, tiada amarah, tiada yang ingin dilakukan lagi, tiada lagi cita cinta yang ingin digapai, kemudian naiklah ke nirwana.

Comments